KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya
berhasil menyelesaikan makalah ini dengan baik. Adapun makalah yang saya buat
ini mengena keunikan budaya di Nusantara khususnya Budaya dan Adat Minangkabau.
Adapun isi dari
makalah ini adalah tentang Adat Minangkabau, yang meliputi asal usul suku
minangkabau, system kekerabatan,kepercayaan/religi,ekonomi,dan adat istiadat/upacara
dalam suku minangkabau. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata pelajaran
IPS.
Saya mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, karena
makalah ini mungkin masih ada kesalahan serta kekurangan. Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Khususnya di bidang kebudayaan,
sehingga kita terpanggil dan tergerak untuk lebih melestarikan kebudayaan yang
telah ada. Amin
DAFTAR ISI
Kata pengantar …………………………………………………………………………….i
Daftar isi ………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ………………………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………1
1.3 Tujuan
………………………………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Asal
usul suku minangkabau …………………………………………………3
2.2 Sistem
Kekerabatan dalam Suku Minangkabau ……………………………...7
2.3 Sistem Religi/Kepercayaan
…………………………………………………...7
2.4 Sistem
Ekonomi ……………………………………………………………....8
2.5
Sistem hasil dari kebudayaan suku minangkabau …………………………...8
2.6
Upacara-upacara adat minangkabau ……………………………………….....9
2.7 Seni Dalam Perkawinan Ala
Minangkabau ..………………………………...13
2.8
Tradisi usai akad nikah ……………………………………………………...16
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
………………………………………………………………….18
3.2
Saran dan Kritik ……………………………………………………………..18
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………………………...19
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sebagai masyarakat Indonesia, kita harus mengetahui
berbagai macam kebudayaan yang ada di negara kita. Indonesia terdiri dari
banyak suku dan budaya, dengan mengenal dan mengetahui hal itu, masyarakat
Indonesia akan lebih mengerti kepribadian suku lain, sehingga tidak menimbulkan
perpecahan maupun perseteruan. Pengetahuan tentang kebudayaan itu juga akan
memperkuat rasa nasionalisme kita sebagai warga negara Indonesia yang baik.
Selain hal-hal di atas, kita juga dapat mengetahui
berbagai kebudaya di Indonesia yang mengalami akulturasi. Karena proses
akulturasi yang terjadi tampak simpang siur dan setengah-setengah. Contoh,
perubahan gaya hidup pada masyarakat Indonesia yang kebarat-baratan yang
seolah-olah sedikit demi sedikit mulai mengikis budaya dan adat ketimurannya.
Namun, masih ada beberapa masyarakat yang masih sangat kolot dan hampir tidak
mempedulikan perkembangan dan kemajuan dunia luar dan mereka tetap menjaga
kebudayaan asli mereka.
Karena latar belakang di atas kita menyusun makalah
tentang salah satu kebudayaan masyarakat Indonesia, yaitu masyarakat
Minangkabau. Makalah ini akan memberikan wawasan tentang masyarakat Minangkabau
yang memiliki keragaman suku dan budaya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
asal usul suku Minangkabau?
2. Bagaimanakah
system
kekerabatan masyarakat Minangkabau?
3. Bagaimanakah system
religi/kepercayaan masyarakat
Minangkabau?
4. Bagaimanakah system ekonomi masyarakat
minangkabau?
5. Apakah hasil kebudayaan minangkabau?
6. Bagaimanakah upacara adat minang?
7. Bagaimanakah Seni dalam perkawinan ala
minangkabau?
8. Bagaimanakah tradisi usai akad nikah?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui keadaan masyarakat
minangkabau, system kekerabatan, religi/kepercayaan,ekonomi,serta adat istiadat
yang ada dimasyarakat minangkabau.
BAB II
PEMBAHASAAN
2.1 Asal usul suku Minangkabau
Kata Minangkabau mengandung banyak
pengertian. Minangkabau dipahamkan sebagai sebuah kawasan budaya, di mana
penduduk dan masyarakatnya menganut budaya Minangkabau. Kawasan budaya
Minangkabau mempunyai daerah yang luas. Batasan untuk kawasan budaya tidak
dibatasi oleh batasan sebuah propinsi. Berarti kawasan budaya Minangkabau
berbeda dengan kawasan administratif Sumatera Barat.
Minangkabau dipahamkan pula sebagai
sebuah nama dari sebuah suku bangsa, suku Minangkabau. Mempunyai daerah
sendiri, bahasa sendiri dan penduduk sendiri.
Minangkabau dipahamkan juga sebagai sebuah nama kerajaan masa lalu, Kerajaan Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung. Sering disebut juga kerajaan Pagaruyung, yang mempunyai masa pemerintahan yang cukup lama, dan bahkan telah mengirim utusan-utusannya sampai ke negeri Cina. Banyaknya pengertian yang dikandung kata Minangkabau, maka tidak mungkin melihat Minangkabau dari satu pemahaman saja.
Minangkabau dipahamkan juga sebagai sebuah nama kerajaan masa lalu, Kerajaan Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung. Sering disebut juga kerajaan Pagaruyung, yang mempunyai masa pemerintahan yang cukup lama, dan bahkan telah mengirim utusan-utusannya sampai ke negeri Cina. Banyaknya pengertian yang dikandung kata Minangkabau, maka tidak mungkin melihat Minangkabau dari satu pemahaman saja.
Membicarakan Minangkabau secara umum
mendalami sebuah suku bangsa dengan latar belakang sejarah, adat, budaya,
agama, dan segala aspek kehidupan masyarakatnya. Mengingat hal seperti itu, ada
dua sumber yang dapat dijadikan rujukan dalam mengkaji Minangkabau, yaitu
sumber dari sejarah dan sumber dari tambo. Kedua sumber ini sama penting,
walaupun di sana sini, pada keduanya ditemui kelebihan dan kekurangan, namun
dapat dapat pula melengkapi
Menelusuri sejarah tentang Minangkabau,
sebagai satu cabang dari ilmu pengetahuan, maka mesti didasarkan bukti-bukti
yang jelas dan otentik. Dapat berupa peninggalan-peninggalan masa lalu,
prasasti-prasasti, batu tagak (menhir), batu bersurat, naskah-naskah dan
catatan tertulis lainnya.Dalam hal ini, ternyata bukti sejarah lokal
Minangkabau termauk sedikit.
Banyak catatan dibuat oleh pemerintahan Hindia Belanda (Nederlandsche Indie), tentang Minaangkabau atau Sumatera West Kunde, yang amat memerlukan kejelian di dalam meneliti. Hal ini disebabkan, catatan-catatan dimaksud dibuat untuk kepentingan pemerintahan Belanda, atau keperluandagangoleh Maatschappij KoningkliykeVOC.
Tambo atau uraian mengenai asal usul orang Minangkabau dan menerakan hukum-hukum adatnya, termasuk sumber yang mulai langka di wilayah Minangkabau sekarang. Sungguhpun, penelusuran tambo sulit untuk dicarikan rujukan seperti sejarah, namun apa yang disebut dalam tambo masih dapat dibuktikan ada dan bertemu di dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.
Tambo diyakini oleh orang Minangkabau sebagai peninggalan orang-orang tua. Bagi orang Minangkabau, tambo dianggap sebagai sejarah kaum. Walaupun, di dalam catatan dan penulisan sejarah sangat diperhatikan penanggalan atau tarikh dari sebuah peristiwa, serta di mana kejadian, bagaimana terjadinya, bila masanya, dan siapa pelakunya, menjadikan penulisan sejarah otentik. Sementara tambo tidak terlalu mengutamakan penanggalan, akan tetapi menilik kepada peristiwanya. Tambo lebih bersifat sebuah kisah,sesuatuyang pernah terjadi dan berlaku.
Tentu saja, bila kita mempelajari tambo kemudian mencoba mencari rujukannya sebagaimana sejarah, kita akan mengalami kesulitan dan bahkan dapat membingungkan. Sebagai contoh; dalam tambo Minangkabau tidak ditemukan secara jelas nama Adhytiawarman, tetapi dalam sejarah nama itu adalah nama raja Minangkabau yang pertama berdasarkan bukti-bukti prasasti.
Dalam hal ini sebaiknya sikap kita tidak memihak, artinya kita tidak menyalahkan tambo atau sejarah. Sejarah adalah sesuatu yang dipercaya berdasarkan bukti-bukti yang ada, sedangkan tambo adalah sesuatu yang diyakini berdasarkan ajaran-ajaran yang terus diturunkan kepada anak kemenakan.
Banyak catatan dibuat oleh pemerintahan Hindia Belanda (Nederlandsche Indie), tentang Minaangkabau atau Sumatera West Kunde, yang amat memerlukan kejelian di dalam meneliti. Hal ini disebabkan, catatan-catatan dimaksud dibuat untuk kepentingan pemerintahan Belanda, atau keperluandagangoleh Maatschappij KoningkliykeVOC.
Tambo atau uraian mengenai asal usul orang Minangkabau dan menerakan hukum-hukum adatnya, termasuk sumber yang mulai langka di wilayah Minangkabau sekarang. Sungguhpun, penelusuran tambo sulit untuk dicarikan rujukan seperti sejarah, namun apa yang disebut dalam tambo masih dapat dibuktikan ada dan bertemu di dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.
Tambo diyakini oleh orang Minangkabau sebagai peninggalan orang-orang tua. Bagi orang Minangkabau, tambo dianggap sebagai sejarah kaum. Walaupun, di dalam catatan dan penulisan sejarah sangat diperhatikan penanggalan atau tarikh dari sebuah peristiwa, serta di mana kejadian, bagaimana terjadinya, bila masanya, dan siapa pelakunya, menjadikan penulisan sejarah otentik. Sementara tambo tidak terlalu mengutamakan penanggalan, akan tetapi menilik kepada peristiwanya. Tambo lebih bersifat sebuah kisah,sesuatuyang pernah terjadi dan berlaku.
Tentu saja, bila kita mempelajari tambo kemudian mencoba mencari rujukannya sebagaimana sejarah, kita akan mengalami kesulitan dan bahkan dapat membingungkan. Sebagai contoh; dalam tambo Minangkabau tidak ditemukan secara jelas nama Adhytiawarman, tetapi dalam sejarah nama itu adalah nama raja Minangkabau yang pertama berdasarkan bukti-bukti prasasti.
Dalam hal ini sebaiknya sikap kita tidak memihak, artinya kita tidak menyalahkan tambo atau sejarah. Sejarah adalah sesuatu yang dipercaya berdasarkan bukti-bukti yang ada, sedangkan tambo adalah sesuatu yang diyakini berdasarkan ajaran-ajaran yang terus diturunkan kepada anak kemenakan.
Minangkabau menurut sejarah
Banyak ahli telah meniliti dan menulis tentang sejarah Minangkabau, dengan pendapat, analisa dan pandangan yang berbeda. Tetapi pada umumnya mereka membagi beberapa periode kesejarahan; Minangkabau zaman sebelum Masehi, zaman Minangkabau Timur dan zaman kerajaan Pagaruyung. Seperti yang ditulis MD Mansur dkk dalam Sejarah Minangkabau, bahwa zaman sejarah Minangkabau pada zaman sebelum Masehi dan pada zaman Minangkabau Timur hanya dua persen saja yang punya nilai sejarah, selebihnya adalah mitologi, cerita-cerita yang diyakini sebagai tambo.
Prof Slamet Mulyana dalam Kuntala, Swarnabhumi dan Sriwijaya mengatakan bahwa kerajaan Minangkabau itu sudah ada sejak abad pertama Masehi.
Kerajaan itu muncul silih berganti dengan nama yang berbeda-beda. Pada mulanya muncul kerjaan Kuntala dengan lokasi sekitar daerah Jambi pedalaman. Kerajaan ini hidup sampai abad ke empat. Kerajaan ini kemudian berganti dengan kerajaan Swarnabhumi pada abad ke lima sampai ke tujuh sebagai kelanjutan kerajaan sebelumnya. Setelah itu berganti dengan kerajaan Sriwijaya abad ke tujuh sampai 14.
Mengenai lokasi kerajaan ini belum terdapat kesamaan pendapat para ahli. Ada yang mengatakan sekitar Palembang sekarang, tetapi ada juga yang mengatakan antara Batang Batang Hari dan Batang Kampar. Candi Muara Takus merupakan peninggalan kerajaan Kuntala yang kemudian diperbaiki dan diperluas sampai masa kerajaan Sriwijaya. Setelah itu muncul kerajaan Malayapura (kerajaan Melayu) di daerah yang bernama Darmasyraya (daerah Sitiung dan sekitarnya sekarang). Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini kemudian dipindahkan oleh Adhytiawarman ke Pagaruyung. Sejak itulah kerajaan itu dikenal dengan kerajaan Pagaruyung.
Menurut Jean Drakar dari Monash University Australia mengatakan bahwa kerajaan Pagaruyung adalah kerajaan yang besar, setaraf dengan kerajaan Mataram dan kerajaan Melaka. Itu dibuktikannya dengan banyaknya negeri-negeri di Nusantara ini yang meminta raja ke Pagaruyung,seperti Deli, Siak,Negeri Sembilan dan negeri-negeri lainnya.
Banyak ahli telah meniliti dan menulis tentang sejarah Minangkabau, dengan pendapat, analisa dan pandangan yang berbeda. Tetapi pada umumnya mereka membagi beberapa periode kesejarahan; Minangkabau zaman sebelum Masehi, zaman Minangkabau Timur dan zaman kerajaan Pagaruyung. Seperti yang ditulis MD Mansur dkk dalam Sejarah Minangkabau, bahwa zaman sejarah Minangkabau pada zaman sebelum Masehi dan pada zaman Minangkabau Timur hanya dua persen saja yang punya nilai sejarah, selebihnya adalah mitologi, cerita-cerita yang diyakini sebagai tambo.
Prof Slamet Mulyana dalam Kuntala, Swarnabhumi dan Sriwijaya mengatakan bahwa kerajaan Minangkabau itu sudah ada sejak abad pertama Masehi.
Kerajaan itu muncul silih berganti dengan nama yang berbeda-beda. Pada mulanya muncul kerjaan Kuntala dengan lokasi sekitar daerah Jambi pedalaman. Kerajaan ini hidup sampai abad ke empat. Kerajaan ini kemudian berganti dengan kerajaan Swarnabhumi pada abad ke lima sampai ke tujuh sebagai kelanjutan kerajaan sebelumnya. Setelah itu berganti dengan kerajaan Sriwijaya abad ke tujuh sampai 14.
Mengenai lokasi kerajaan ini belum terdapat kesamaan pendapat para ahli. Ada yang mengatakan sekitar Palembang sekarang, tetapi ada juga yang mengatakan antara Batang Batang Hari dan Batang Kampar. Candi Muara Takus merupakan peninggalan kerajaan Kuntala yang kemudian diperbaiki dan diperluas sampai masa kerajaan Sriwijaya. Setelah itu muncul kerajaan Malayapura (kerajaan Melayu) di daerah yang bernama Darmasyraya (daerah Sitiung dan sekitarnya sekarang). Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini kemudian dipindahkan oleh Adhytiawarman ke Pagaruyung. Sejak itulah kerajaan itu dikenal dengan kerajaan Pagaruyung.
Menurut Jean Drakar dari Monash University Australia mengatakan bahwa kerajaan Pagaruyung adalah kerajaan yang besar, setaraf dengan kerajaan Mataram dan kerajaan Melaka. Itu dibuktikannya dengan banyaknya negeri-negeri di Nusantara ini yang meminta raja ke Pagaruyung,seperti Deli, Siak,Negeri Sembilan dan negeri-negeri lainnya.
Minangkabau menurut tambo.
Dalam bentuk lain, tambo menjelaskan pula tentang asal muasal orang Minangkabau. Tambo adalah satu-satunya keterangan mengenai sejarah Minangkabau. Bagi masyarakat Minangkabau, tambo mempunyai arti penting, karena di dalam tambo terdapat dua hal:
(1) Tambo alam, suatu kisah yang menerangkan asal usul orang Minangkabau semenjak raja pertama datang sampai kepada masa kejayaan kerajaan Pagaruyung.
(2) Tambo adat, uraian tentang hukum-hukum adat Minangkabau. Dari sumber inilah hukum-hukum, aturan-aturan adat, dan juga berawalnya sistem matrilineal dikembangkan.
Di dalam Tambo alam diterangkan bahwa raja pertama yang datang ke Minangkabau bernama Suri Maharajo Dirajo. Anak bungsu dari Iskandar Zulkarnain. Sedangkan dua saudaranya, Sultan Maharaja Alif menjadi raja di benua Rum dan Sultan Maharajo Dipang menjadi raja di benua Cina. Secara tersirat tambo telah menempatkan kerajaan Minangkabau setaraf dengan kerajaan di benua Eropa dan Cina. Suri Maharajo Dirajo datang ke Minangkabau ini, di dalam Tambo disebut pulau paco lengkap dengan pengiring yang yang disebut; Kucing Siam, Harimau Campo,Anjiang Mualim, Kambiang Hutan.
Masing-masing nama itu kemudian dijadikan “lambang” dari setiap luhak di Minangkabau. Kucing Siam untuk lambang luhak Tanah Data, Harimau Campo untuk lambang luhak Agam dan Kambiang hutan untuk lambang luhak Limo Puluah. Suri Maharajo Dirajo mempunya seorang penasehat ahli yang bernama Cati Bilang Pandai.
Suri Maharajo Dirajo meninggalkan seorang putra bernama Sutan Maharajo Basa yang kemudian dikenal dengan Datuk Katumanggungan pendiri sistem kelarasan Koto Piliang. Puti Indo Jalito, isteri Suri Maharajo Dirajo sepeninggalnya kawin dengan Cati Bilang Pandai dan melahirkan tiga orang anak, Sutan Balun, Sutan Bakilap Alam dan Puti Jamilan. Sutan Balun kemudian dikenal dengan gelar Datuk Perpatih Nan Sabatang pendiri kelarasan Bodi Caniago.
Datuk Katumanggungan meneruskan pemerintahannya berpusat di Pariangan Padang Panjang kemudian mengalihkannya ke Bungo Sitangkai di Sungai Tarab sekarang, dan menguasai daerah sampai ke Bukit Batu Patah dan terus ke Pagaruyung.
Maka urutan kerajaan di dalam Tambo Alam Minangkabau adalah:
(1)Kerajaan Pasumayan Koto Batu,
(2)Kerajaan Pariangan Padang Panjang
(3)Kerajaan Dusun Tuo yang dibangun oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang
(4)Kerajaan Bungo Sitangkai
(5)Kerajaan Bukit Batu Patah dan terakhir
(6)Kerajaan Pagaruyung.
Menurut Tambo Minangkabau, kerajaan yang satu adalah kelanjutan dari kerajaan sebelumnya. Karena itu, setelah adanya kerajaan Pagaruyung, semuanya melebur diri menjadi kawasan kerajaan Pagaruyung.
Kerajaan Dusun Tuo yang didirikan oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang, karena terjadi perselisihan paham antara Datuk Ketumanggungan dengan Datuk Perpatih nan Sabatang, maka kerajaan itu tidak diteruskan, sehingga hanya ada satu kerajaan saja yaitu kerajaan Pagaruyung. Perbedaan paham antara kedua kakak beradik satu ibu ini yang menjadikan sistem pemerintahan dan kemasyarakatan Minangkabau dibagi atas dua kelarasan, Koto Piliang dan Bodi Caniago.
Dari uraian tambo dapat dilihat, bahwa awal dari sistem matrilineal telah dimulai sejak awal, yaitu dari “induknya” Puti Indo Jalito. Dari Puti Indo Jalito inilah yang melahirkan Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang. Namun, apa yang diuraikan setiap tambo punya berbagai variasi, karena setiap nagari punya tambo.
Dr. Edward Jamaris yang membuat disertasinya tentang tambo, sangat sulit menenyukan pilihan. Untuyk keperluan itu, dia harus memilih salah satu tambo dari 64 buah tambo yang diselidikinya.Namun pada umumnya tambo menguraikan tentang asal usul orang Minangkabau sampai terbentuknya kerajaan Pagaruyung.
Dalam bentuk lain, tambo menjelaskan pula tentang asal muasal orang Minangkabau. Tambo adalah satu-satunya keterangan mengenai sejarah Minangkabau. Bagi masyarakat Minangkabau, tambo mempunyai arti penting, karena di dalam tambo terdapat dua hal:
(1) Tambo alam, suatu kisah yang menerangkan asal usul orang Minangkabau semenjak raja pertama datang sampai kepada masa kejayaan kerajaan Pagaruyung.
(2) Tambo adat, uraian tentang hukum-hukum adat Minangkabau. Dari sumber inilah hukum-hukum, aturan-aturan adat, dan juga berawalnya sistem matrilineal dikembangkan.
Di dalam Tambo alam diterangkan bahwa raja pertama yang datang ke Minangkabau bernama Suri Maharajo Dirajo. Anak bungsu dari Iskandar Zulkarnain. Sedangkan dua saudaranya, Sultan Maharaja Alif menjadi raja di benua Rum dan Sultan Maharajo Dipang menjadi raja di benua Cina. Secara tersirat tambo telah menempatkan kerajaan Minangkabau setaraf dengan kerajaan di benua Eropa dan Cina. Suri Maharajo Dirajo datang ke Minangkabau ini, di dalam Tambo disebut pulau paco lengkap dengan pengiring yang yang disebut; Kucing Siam, Harimau Campo,Anjiang Mualim, Kambiang Hutan.
Masing-masing nama itu kemudian dijadikan “lambang” dari setiap luhak di Minangkabau. Kucing Siam untuk lambang luhak Tanah Data, Harimau Campo untuk lambang luhak Agam dan Kambiang hutan untuk lambang luhak Limo Puluah. Suri Maharajo Dirajo mempunya seorang penasehat ahli yang bernama Cati Bilang Pandai.
Suri Maharajo Dirajo meninggalkan seorang putra bernama Sutan Maharajo Basa yang kemudian dikenal dengan Datuk Katumanggungan pendiri sistem kelarasan Koto Piliang. Puti Indo Jalito, isteri Suri Maharajo Dirajo sepeninggalnya kawin dengan Cati Bilang Pandai dan melahirkan tiga orang anak, Sutan Balun, Sutan Bakilap Alam dan Puti Jamilan. Sutan Balun kemudian dikenal dengan gelar Datuk Perpatih Nan Sabatang pendiri kelarasan Bodi Caniago.
Datuk Katumanggungan meneruskan pemerintahannya berpusat di Pariangan Padang Panjang kemudian mengalihkannya ke Bungo Sitangkai di Sungai Tarab sekarang, dan menguasai daerah sampai ke Bukit Batu Patah dan terus ke Pagaruyung.
Maka urutan kerajaan di dalam Tambo Alam Minangkabau adalah:
(1)Kerajaan Pasumayan Koto Batu,
(2)Kerajaan Pariangan Padang Panjang
(3)Kerajaan Dusun Tuo yang dibangun oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang
(4)Kerajaan Bungo Sitangkai
(5)Kerajaan Bukit Batu Patah dan terakhir
(6)Kerajaan Pagaruyung.
Menurut Tambo Minangkabau, kerajaan yang satu adalah kelanjutan dari kerajaan sebelumnya. Karena itu, setelah adanya kerajaan Pagaruyung, semuanya melebur diri menjadi kawasan kerajaan Pagaruyung.
Kerajaan Dusun Tuo yang didirikan oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang, karena terjadi perselisihan paham antara Datuk Ketumanggungan dengan Datuk Perpatih nan Sabatang, maka kerajaan itu tidak diteruskan, sehingga hanya ada satu kerajaan saja yaitu kerajaan Pagaruyung. Perbedaan paham antara kedua kakak beradik satu ibu ini yang menjadikan sistem pemerintahan dan kemasyarakatan Minangkabau dibagi atas dua kelarasan, Koto Piliang dan Bodi Caniago.
Dari uraian tambo dapat dilihat, bahwa awal dari sistem matrilineal telah dimulai sejak awal, yaitu dari “induknya” Puti Indo Jalito. Dari Puti Indo Jalito inilah yang melahirkan Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang. Namun, apa yang diuraikan setiap tambo punya berbagai variasi, karena setiap nagari punya tambo.
Dr. Edward Jamaris yang membuat disertasinya tentang tambo, sangat sulit menenyukan pilihan. Untuyk keperluan itu, dia harus memilih salah satu tambo dari 64 buah tambo yang diselidikinya.Namun pada umumnya tambo menguraikan tentang asal usul orang Minangkabau sampai terbentuknya kerajaan Pagaruyung.
2.2 Sistem Kekerabatan dalam Suku
Minangkabau
Sistem kekerabatan dalam suku
minangkabau adalah Materineal yaitu garis keturunan berdasarkan ibu,sehingga
system kekerabatan memerhitungkan dua generasi diatas ego laki-laki dan satu
generasi dibawahnya.Urutannya sebagai berikut:
1. Ibunya
ibu
2. Saudara
perempuan dan laki-laki ibunya ibu
3. Saudara
laki-laki ibu
4. Anak
laki-laki,perempuan,saudara perempuan ibu ibunya ego
5. Saudara
laki-laki dan pempuannya ego
6. Anak
laki-laki dan perempuan saudara perempuan ibu
7. Anak
laki-laki dan perempuan saudara perempuan ego
8. Anak
laki-laki dan perempuan,anak perempuan,saudara perempuan ibunya ibu
Kesatuan
keluarga kecil seperti diatas di sebut paruik.pada sebagian masyarakat ada
kesatuan yang di sebut kampueng yang memisahkan antara paruik dengan suku.
Kepentingan keluarga diurus oleh laki-laki yang bertindak sebagai niniek mamak.
Ego di artikan sebagai istilah yang menunjukkan seseorang yang menjadi pusat
perhatian dalam suatu rangkaian hubungan dengan seseorang atau sejumlah orang
lain.
2.3 Sistem Religi / kepercayaan
Kedatangan para reformis Islam
dari Timur Tengah pada akhir abad
ke-18, telah menghapus adat budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum Islam.
Budaya menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam
pesta-pesta adat masyarakat Minang. Para ulama
yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Tuanku Nan Renceh mendesak
kaum adat untuk mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak
berkiblat kepada budaya animisme
dan Hindu-Budha,
untuk berkiblat kepada syariat Islam.
Reformasi
budaya di Minangkabau terjadi setelah perang Paderi
yang berakhir pada tahun 1837.
Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama,
tokoh adat, dan cadiak pandai (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk
mendasarkan adat budaya Minang pada syariah Islam. Hal ini tertuang dalam
adagium Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat
mamakai (Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada Al-Quran).
Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan
pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam.
Sehingga sejak itu, setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki masjid,
disamping surau yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau
yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain belajar
mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri pencak silat.
2.4 Sistem Ekonomi
Orang Minangkabau sangat menonjol di
bidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan
pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu
dan Sriwijaya
yang gemar berdagang dan dinamis. Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat
ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di
kota-kota besar, seperti Jakarta,
Bandung,
Pekanbaru,
Medan,
Batam,
Palembang,
dan Surabaya.
Di luar wilayah Indonesia, etnis Minang banyak terdapat di Negeri Sembilan,
Malaysia dan Singapura.
2.5 Sistem hasil dari kebudayaan
suku minangkabau
a.
Kelahiran Silek Minang
Kelahiran Silek Minang terjadi pada
saat bersamaan pada saat kelahiran minangkabau itu sendiri.Silek didirikan oleh
Datuak Marajo Panjang dari padang panjang dan Datuak Bandaharo Kayo dari
Pariangan.Silek adalah ilmu bela diri
yang digunakan untuk melawan musuh.
b.
Menhir di Nagari Mahat
Nagari Mahat terletek di lembah yang
luas dikelilinggi bukit.Bukit kecil yang mempunyai luas 22.633 km2,terletak di
kec Bukit Barisan kab Lima Puluh kota Sumatera Barat.Nagari adalah istilah
untuk menyebutkan suatu desa di minangkabau.Nagari asal-usulnya bermula dari
Tratak-Dusun-Koto-Nagari.
Tratak
: tempat awal oleh nenek moyang minangkabau menetap
Dusun
: Masyarakat yang berkembang kemudian dengan adanya adat
Koto
: Dusun berkembang karena bertambahnya populasi masyarakat maka timbullah
pemikiran untuk meningkatkan adat atau aturan masing-masing dusun berbagai satu
kata mufakat,maka daerah ini dinamakan sakato,kemudian berdirilah beberapa koto
Nagari
: Daerah yang terdiri dari beberapa koto diberi batas atau dipagari karena tiap
nagari memiliki aturan adat sendiri,dari kata pagar tersebut muncullah istilah
Nagari.
Penentuan tipologi menhir yang
beragam di Nagari Mahat dilihat dari variable-variabel atribut.Variabel
tersebut adalah teknologi,bentuk,ukuran,dan pola hias.
Teknologi pembuatan menhir di Nagari
Mahat dilakukan melalui proses anostractive technology,yakni berupa proses
pembentukan hasil melalui pengurangan volume bahan (proses sentrifugal)
sehingga menghasilkan bentuk menhir yang sangat beragam.
Keragamannya terdapat dalam bentuk:
Ø Ujung
atas menhir
Ø Bentuk
badan seperti hulu pedang,gagang golok,buaya serta biji-bijian
Ø Sedangkan
arah lengkungan menhir keseluruhan menhir melengkung kearah tenggara.
2.6 Upacara-upacara adat
minangkabau
![*](file:///C:/Users/suyanti/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
Batagak panghulu
adalah upacara pengangkatan panghulu.sebelum upacara peresmiannya,
syarat-syarat berikut harus dipenuhi:
Baniah
yaitu menentukan calon penghulu baru
Dituah Cilakoi
yaitu diperbincangkan baik buruknya calon dalam sebuah rapat
Penyarahan baniah
yaitu penyerahan calon penghulu
Manakok ari
yaitu perencanaan kapan acara peresmiannya akan dilangsungkan.
Peresmian
pengangkatan penghulu dilaksanakan dengan upacara adat. Upacar ini di sebut
malewakan gala. Hari pertama adalah batagak
gadang yakni upacara peresmian di
rumah gadang yang dihadiri uang nan ampekjinih dan pemuka masayarakat. Panghulu
baru menyampaikan pidato. Lalu panghulu tertua memasang deta dan menyisipkan
sebilah keris tanda serah terima jabatan. Akhirnya panghulu tertua di ambil sumpahnya,dan di tutup dengan do’a.
Hari kedua adalah hari penjamuan.
Hari berikutnya panghulu baru siarak ke rumah bakonya diiringi bunyi-bunyian.
![*](file:///C:/Users/suyanti/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
Batagak rumah adalah
upacara mendirikan rumah gadang. Kegiatannya sebagai berikut:
1. Mufakat
awal
Upacara batagak rumah dimulai dengan mufakat orang
sekaum,membicarakan letak rumah yang tepat,ukurannya,serta kapan waktu mengerjakannya.
Hasil mufakat disampaikan pada panghulu suku,lalu panghulu suku ini
menyampaikan rencana mereka pada panghulu suku-suku yang lain.
2. Maelo kayu
Maelo kayu yaitu
kegiatan untuk menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan. Umumnya kayu-kayu.
Penebangan dan pemotongan kayu dilakukan secara gotong royong. Kayu yang
dijadikan tiang utama direndam dulu dalam lumpur atau air yang terus berganti.
Tujuannya agar kayu-kayu itu awet dan sulit dimakan rayap.
3. Macantak tiang tuo
Mancantak tiang tuo
yaitu pekerjaan pertamaan dalam membuat rumah. Bahan-bahn yang akan digunakan
diolah lebih lanjut.
4. Batagak tiang
Batagak tiang dilakukan
setelah bahan-bahan selesai diolah. Pertama tiang-tiang di tegakkan dengan
bergotong royong. Tiang rumah gadang tidak ditanam di tanah,tetapi hanya di
letakkan di atas batu layah (gepeng). Karena itulah rumah gadang jarang rusak
bila terjadi gempa atau angin badai.
5. Manaiakkan kudo-kudo
Ini
adalah melanjutkan pembangunan rumah setelah tiang-tiang didirikan.
6. Manaiaki rumah
Manaiaki rumah adalah
acara terakhir dari upacara batagak rumah,dilakukan setelah rumah selesai. Pada
acara ini diadakan perjamuan tanda terima kasih pada semua pihak dan do’a
syukur pada allah swt.
![*](file:///C:/Users/suyanti/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
1
Pinang-maminag
Acara
ini diprakarsai pihak perempuan. Bila calon suami untuk si gadi sudah
ditemukan,dimulailah perundinganpara kerabat untuk membicarakan calon itu.
Pinangan di lakukan oleh utusan yang dipimpin mamak si gadis. Jika pinangan di
terima perkawinan bias di langsungkan.
2
Batimbang tando
Batimbang
tando adalah upacara pertunangan(tukar tanda). Saat itu dilakukan pertukaran
tanda bahwa mereka telah berjanji menjodohkan anak kemanakan merka. Setelah
pertunangan barulah di mulai perundingan pernikahan.
3
Malam bainai
Bainai
adalah memerahkan kuku pengantin dengan daun pacar/inai yang telah dilumatkan. Yang diinai adalah
keduapuluh kuku jari. Acara ini semata-mata dihadiri perempuan dari kedua belah
pihak.
4
Pernikahan
Pernikahan
dilakukan pada hari yang dianggap paling baik, biasanya kamis malam atau
jum’at. Acara pernikahan diadakan di rumah anak daro atau di masjid.
5
Basandiang dan perjamuan
Basandiang
adalah duduknya kedua pengantin di pelaminan untuk disaksikan tamu-tamu yang
hadir pada pesta perjamuan. Kedua pengantin memakai pakaian adat minangkabau.
Acara biasanya dipusatkan di rumah anak daro,jadi segala keperluan dan
persiapan dilakukan oleh pihak perempuan.
6
Manjalang
Manjalang
merupakan acara berkunjung. Acara ini dilaksanakan di rumah marapulai
(pengantin laki-laki). Para kerabat menanti anak daro yang datang malanjang.
Kedua pengantin diiringi kerabat anak daro dan perempuan yang menjunjung jamba
yaitu semacam dulang berisi nasi,lauk pauk,dan sebagainya.
![*](file:///C:/Users/suyanti/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
Upacara
turun mandi dimasudkan untuk menghormati keturunan yang baru lahir dan berbagi
kebahagian dengan masyarakat bahwa di kaum tersebut telah lahir keturunan baru.
Upacara ini dilaksanakan di rumah orang tua si anak saat anak tersebut berumur
tiga bulan. Di sini si anak dimandikan oleh bakonya. Selain itu juga ada
perjamuan.
![*](file:///C:/Users/suyanti/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
Upacara
kekah (akikah) merupakan syariat agama islam. Ini dimasudkan sebagai upacara
syukuran atas titipan allah swt berupa anak kepada kepada kedua orang tuanya.
Waktu pelaksaannya bermacam-macam. Upacara dilaksanakan di rumah ibu si anak
atau di rumah bakonya. Acara dimulai dengan pembukaan. Lalu seekor kambing
disembelih,dibersihkan,lalu dimasak. Acara dilanjutkan dengan do’a, lalu
dimakan bersama.
![*](file:///C:/Users/suyanti/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
Sunat
rasul juga merupakan syariat agama islam, tanda pendewasaan bagi seorang anak.
Upacara biasanya diselenggarakan waktu si anak 8 sd 12 tahun, bertempat di
rumah ibu si anak atau rumah keluarga terdekat ibu si anak. Acara dimulai
dengan pembukaan,lalu si anak disunat, selanjutnya do’a.
![*](file:///C:/Users/suyanti/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
Tamaik
kaji (khatam qur’an) diadakan bila seorang anak yang telah mengaji di surau
sebelumnya tamat membaca al-qur’an. Acara diadakan di rumah ibu si anak atau
surau/masjid tempat anak itu mengaji. Si anak disuruh membaca alqur’an
dihadapan seluruh orang yang hadir, dilanjutkan dengan makan bersama. Acara ini
biasa pula dilakukan beramai-ramai.
![*](file:///C:/Users/suyanti/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
Pergi
melayat(ta’ziah) ke rumah orang yang meninggal merupakan adat bagi orang
minangkabau. Tidak hanya karena dianjurkan ajaran isla, tapi juga karena
hubungan kemasyarakatan yang sangat akrab membuat mereka malu bila tidak datang
melayat. Upacara kematian dimasudkan sebagai upacara penghormatan terakhir pada almarhum. Umumnya upacara kematian lebih
mengutamakan hal-hal yang wajib dilaksanakan menurut syariat islam, yakni
penyelenggaraan jenazah. Pada acara ini juga diiringi pidato/pasambahan adat.
Selanjutnya ada pula acara peringatan, seperti peringatan tujuh hati (manuju
hari),peringatan duo puluah satu hari,peringatan hari ke-40,lalu peringatan
pada hari yang ke-100 (manyaratuih hari).
Pasambahan
kematian anak-anak, orang dewasa, dan orang tua dilakukan di rumah, yaitu
(a) pasambahan melakukan kain kafan dan
(b)
pasambahan pengembalian bakul (tempat kain kafan) dan
(c) pasambahan adat taragak takana dilakukan
di pemakaman.
Dalam
upacara kematian penghulu dipasang peralatan merawa (kuning, hitam, dan merah)
di muka rumah dan jalan, payung kuning yang di bawahnya digelar tikar, serta
dipasang 2 - 4 buah piring untuk menating adat. Kematian orang awam tidak
memerlukan merawa, hanya payung (tidak kuning) dan tikar yang dimunculkan.
Setiap anggota masyarakat akan selalu berpartisipasi dalam upacara kematian
sesuai dengan hubungan kekerabatannya dengan mendiang.
2.7
Seni Dalam Perkawinan Ala Minangkabau
Tradisi
perhelatan pernikahan menurut adat Minangkabau yang lazimnya melalui sejumlah
prosesi, hingga kini masih dijunjung tinggi untuk dilaksanakan, yang melibatkan
keluarga besar kedua calon mempelai,terutama dari keluarga pihak wanita.
Teks: Ratri Suyani
Teks: Ratri Suyani
Tata
cara perkawinan di Sumatra Barat sangat beragam antar luhak adat yang satu
dengan luhak adat lainnya. Bahkan antara nagari yang sama dalam satu luhak adat
pun berbeda tata caranya. Namun, seiring dengan waktu, terutama bagi warga
Minang di rantau, urang-urang awak sekarang sudah mau menerima tata cara dari
nagari dan luhak adat Minang lainnya, yang dianggap cukup baik dan menarik
untuk dilaksanakan. Misalnya untuk hiasan kepala pengantin wanita yang disebut
suntiang balenggek. Awalnya hanya digunakan oleh orang-orang di daerah
Padang-Pariaman. Tetapi kini juga dipakai oleh semua anak daro urang Minang.
Demikian juga dengan malam bainai dan tata cara menginjak kain putih, yang juga
awalnya hanya digunakan di beberapa daerah tertentu di Sumatra Barat. Bagaimana
tradisi dan upacara pernikahan adat Minang yang lazim dilakukan oleh masyarakat
Minang di masa kini? Berikut adalah tradisi dan upacara adat yang biasa
dilakukan baik sebelum maupun setelah acara pernikahan:
1.
maresek
Maresek
merupakan penjajakan pertama sebagai permulaan dari rangkaian tata-cara
pelaksanaan pernikahan. Sesuai dengan sistem kekerabatan di Minangkabau yaitu
matrilineal, pihak keluarga wanita mendatangi pihak keluarga pria. Lazimnya
pihak keluarga yang datang membawa buah tangan berupa kue atau buah-buahan.
Pada awalnya beberapa wanita yang berpengalaman diutus untuk mencari tahu
apakah pemuda yang dituju berminat untuk menikah dan cocok dengan si gadis. Prosesi
bisa berlangsung beberapa kali perundingan sampai tercapai sebuah kesepakatan
dari kedua belah pihak keluarga.
2.
Maminang/Batimbang Tando (Bertukar Tanda)
Keluarga
calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk meminang.
Bila pinangan diterima, maka akan berlanjut ke proses bertukar tanda sebagai
simbol pengikat perjanjian dan tidak dapat diputuskan secara sepihak. Acara ini
melibatkan orangtua, ninik mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak.
Rombongan keluarga calon mempelai wanita datang membawa sirih pinang lengkap
disusun dalam carano atau kampia (tas yang terbuat dari daun pandan) yang
disuguhkan untuk dicicipi keluarga pihak pria. Selain itu juga membawa antaran
kue-kue dan buah-buahan. Menyuguhkan sirih di awal pertemuan mengandung makna
dan harapan. Bila ada kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi gunjingan,
serta hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat selamanya.
Kemudian dilanjutkan dengan acara batimbang tando/batuka tando (bertukar
tanda). Benda-benda yang dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti
keris, kain adat, atau benda lain yang bernilai sejarah bagi keluarga.
Selanjutnya berembuk soal tata cara penjemputan calon mempelai pria.
3.
Mahanta Siriah/Minta Izin
Calon
mempelai pria mengabarkan dan mohon doa restu tentang rencana pernikahan kepada
mamak-mamak-nya, saudara-saudara ayahnya, kakak-kakaknya yang telah berkeluarga
dan para sesepuh yang dihormati. Hal yang sama dilakukan oleh calon mempelai
wanita, diwakili oleh kerabat wanita yang sudah berkeluarga dengan cara
mengantar sirih. Calon mempelai pria membawa selapah yang berisi daun nipah dan
tembakau (sekarang digantikan dengan rokok). Sementara bagi keluarga calon
mempelai wanita, untuk ritual ini mereka akan menyertakan sirih lengkap. Ritual
ini ditujukan untuk memberitahukan dan mohon doa untuk rencana pernikahannya.
Biasanya keluarga yang didatangi akan memberikan bantuan untuk ikut memikul
beban dan biaya pernikahan sesuai kemampuan.
4.
Babako-Babaki
Pihak
keluarga dari ayah calon mempelai wanita (disebut bako) ingin memperlihatkan
kasih sayangnya dengan ikut memikul
biaya sesuai kemampuan. Acara ini biasanya berlangsung beberapa hari sebelum
acara akad nikah. Mereka datang membawa berbagai macam antaran. Perlengkapan
yang disertakan biasanya berupa sirih lengkap (sebagai kepala adat), nasi
kuning singgang ayam (makanan adat), barang-barang yang diperlukan calon
mempelai wanita (seperangkat busana, perhiasan emas, lauk-pauk baik yang sudah
dimasak maupun yang masih mentah, kue-kue dan sebagainya). Sesuai tradisi,
calon mempelai wanita dijemput untuk dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Kemudian
para tetua memberi nasihat. Keesokan harinya, calon mempelai wanita diarak
kembali ke rumahnya diiringi keluarga pihak ayah dengan membawa berbagai macam
barang bantuan tadi.
5.
Malam Bainai
Bainai
berarti melekatkan tumbukan halus daun pacar merah atau daun inai ke kuku-kuku
calon pengantin wanita. Lazimnya berlangsung malam hari sebelum akad nikah.
Tradisi ini sebagai ungkapan kasih sayang dan doa restu dari para sesepuh
keluarga mempelai wanita. Perlengkapan lain yang digunakan antara lain air yang
berisi keharuman tujuh macam kembang, daun iani tumbuk, payung kuning, kain
jajakan kuning, kain simpai, dan kursi untuk calon mempelai. Calon mempelai
wanita dengan baju tokah dan bersunting rendah dibawa keluar dari kamar diapit
kawan sebayanya. Acara mandi-mandi secara simbolik dengan memercikkan air harum
tujuh jenis kembang oleh para sesepuh dan kedua orang tua. Selanjutnya, kuku-kuku
calon mempelai wanita diberi inai.
6.
Manjapuik Marapulai
Ini
adalah acara adat yang paling penting dalam seluruh rangkaian acara perkawinan
menurut adat Minangkabau. Calon pengantin pria dijemput dan dibawa ke rumah
calon pengantin wanita untuk melangsungkan akad nikah. Prosesi ini juga
dibarengi pemberian gelar pusaka kepada calon mempelai pria sebagai tanda sudah
dewasa. Lazimnya pihak keluarga calon pengantin wanita harus membawa sirih
lengkap dalam cerana yang menandakan kehadiran mereka yang penuh tata krama
(beradat), pakaian pengantin pria lengkap, nasi kuning singgang ayam,
lauk-pauk, kue-kue serta buah-buahan. Untuk daerah pesisir Sumatra Barat
biasanya juga menyertakan payung kuning, tombak, pedang serta uang jemputan
atau uang hilang. Rombongan utusan dari keluarga calon mempelai wanita
menjemput calon mempelai pria sambil membawa perlengkapan. Setelah prosesi
sambah-mayambah dan mengutarakan maksud kedatangan, barang-barang diserahkan.
Calon pengantin pria beserta rombongan diarak menuju kediaman calon mempelai
wanita.
7.
Penyambutan Di Rumah Anak Daro
Tradisi
menyambut kedatangan calon mempelai pria di rumah calon mempelai wanita
lazimnya merupakan momen meriah dan besar. Diiringi bunyi musik tradisional
khas Minang yakni talempong dan gandang tabuk, serta barisan Gelombang Adat
timbal balik yang terdiri dari pemuda-pemuda berpakaian silat, serta disambut
para dara berpakaian adat yang menyuguhkan sirih. Sirih dalam carano adat
lengkap, payung kuning keemasan, beras kuning, kain jajakan putih merupakan
perlengkapan yang biasanya digunakan. Keluarga mempelai wanita memayungi calon
mempelai pria disambut dengan tari Gelombang Adat Timbal Balik. Berikutnya,
barisan dara menyambut rombongan dengan persembahan sirih lengkap. Para sesepuh
wanita menaburi calon pengantin pria dengan beras kuning. Sebelum memasuki
pintu rumah, kaki calon mempelai pria diperciki air sebagai lambang mensucikan,
lalu berjalan menapaki kain putih menuju ke tempat berlangsungnya akad.
2.8 Tradisi usai akad nikah
Acara
adat minang yang lazim dilaksanakan setelah akad nikah, yaitu memulangkan
tanda.mengumumkan gelar pengentin pria,mengedu kening,mengeruk nasi kuning dan
bermain coki.
1.
Memulangkan
tando
Setelah resmi sebagai suami istri, maka tanda
yang di berikan sebagai ikatan janji sewaktu lamaran di kembalikan oleh kedua
belah pihak.
2.
Malewakan gala marapulai.
Mengumumkan
gelar untuk pengantin pria. Gelar ini
sebagai tanda kehormatan dan kedewasaan yang disandang mempelai pria. Lazimnya
diumumkan langsung oleh ninik mamak kaumnya.
3. Balantuang Kaniang atau Mengadu Kening
Pasangan
mempelai dipimpin oleh para sesepuh wanita menyentuhkan kening mereka satu sama
lain. Kedua mempelai didudukkan saling berhadapan dan wajah keduanya dipisahkan
dengan sebuah kipas, lalu kipas diturunkan secara perlahan. Setelah itu kening
pengantin akan saling bersentuhan.
4. Mangaruak Nasi Kuniang
Prosesi ini mengisyaratkan hubungan kerjasama antara suami isri harus selalu saling menahan diri dan melengkapi. Ritual diawali dengan kedua pengantin berebut mengambil daging ayam yang tersembunyi di dalam nasi kuning.
5. Bamain Coki
Coki adalah permaian tradisional Ranah Minang. Yakni semacam permainan catur yang dilakukan oleh dua orang, papan permainan menyerupai halma. Permainan ini bermakna agar kedua mempelai bisa saling meluluhkan kekakuan dan egonya masing-masing agar tercipta kemesraan.
Prosesi ini mengisyaratkan hubungan kerjasama antara suami isri harus selalu saling menahan diri dan melengkapi. Ritual diawali dengan kedua pengantin berebut mengambil daging ayam yang tersembunyi di dalam nasi kuning.
5. Bamain Coki
Coki adalah permaian tradisional Ranah Minang. Yakni semacam permainan catur yang dilakukan oleh dua orang, papan permainan menyerupai halma. Permainan ini bermakna agar kedua mempelai bisa saling meluluhkan kekakuan dan egonya masing-masing agar tercipta kemesraan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
isi pembahasan di atas yang terdiri dari dua pokok pembahasan dapat ditarik
kesimpulan bahwa adat Minangkabau adalah sebuah adat yang telah lama ada sejak
zaman dahulu yang masih ada hingga kini. Namun adat Minang ini
dikit-demisedikit agak meredup dari masyarakat. Padahal adat Mianangkabau ini
adalah sebuah warisan budaya yang tidak ternilai dari materi. Adat ini
diciptakan agar masyarakat Minangkabau memiliki ciri yang membedakan mereka
dari adat-adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia ini. Adat Minangkabau
ini menganut garis keturunan Matrilineal, bersuku ke suku ibu yang tidak
ada duanya di dunia ini.
3.2 Saran dan Kritik
Penulisan
makalah yang mengenai adat Minangkabau dan pola serta tujuan hidup orang Minang
ini masih jauh dari sempurna. Saya selaku pembuat makalah ini sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar pada penyusunan berikutnya
semakin baik. Semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
dari semua kalangan. Amin
DAFTAR
PUSTAKA
M.S,
Amir.2006.Adat Minangkabau.Jakarta:PT. Mutiara Sumber Widya
Koentjaraningrat.1999.Manusia
Dan Kebudayaan Di Indonesia.Jakarta: Djambatan